Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) menilai rancangan undang-undang energi baru terbarukan atau RUU EBT merupakan langkah konkret dalam mengatasi masalah krisis iklim akibat penggunaan masif bahan bakar fosil.
Ketua Umum KPPG Ariani Rachmi dalam webinar di Jakarta, Selasa, mengajak masyarakat untuk memberikan masukan agar RUU EBT yang sebentar lagi akan disahkan dapat bermanfaat bagi Indonesia.
“Kita harus membuka mata tentang tanda-tanda pemanasan global di antaranya paling ekstrem suhu panas, banjir, dan bencana lainnya di Indonesia. Inisiatif RUU EBT ini merupakan langkah konkrit Indonesia dalam menyelesaikan persoalan,” kata Ariani.
Mantan wali kota Tangerang Selatan ini juga menyampaikan ada tiga alasan RUU EBT penting dipelajari bersama sebagaimana sudah tercatat pula dalam konsiderans draf RUU EBT per tanggal 25 Januari 2021.
Pertama, Indonesia mempunyai sumber energi baru terbarukan yang belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal sehingga perlu didorong pengembangan serta pemanfaatannya untuk menjamin dan meningkatkan ketersediaan ketahanan dan kemandirian energi nasional secara berkelanjutan.
Kedua, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya energi baru terbarukan merupakan komitmen Indonesia dalam mengatasi dampak perubahan iklim akibat kenaikan suhu bumi, sehingga tercipta energi yang bersih dan ramah lingkungan.
Ketiga, Indonesia menuju negara industri membutuhkan banyak energi yang diperoleh tidak hanya dari energi fosil yang jumlahnya sudah semakin menipis, namun diperlukan juga sumber energi lain yang berasal dari energi baru terbarukan.
“Inilah sumbangsih kami perempuan-perempuan Partai Golkar untuk Indonesia dengan berpartisipasi dalam kepedulian terhadap lingkungan. Kami berharap yang kita lakukan bisa memberikan warisan untuk generasi yang akan datang,” kata Ariani.
Diketahui, Rancangan Undang-Undang EBT yang tengah digarap Dewan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah ditargetkan rampung tahun ini karena masuk dalam program legislasi nasional 2021.
Saat ini bauran energi ramah lingkungan baru mencapai 11,2 persen dari target 23 persen pada 2024 mendatang, sehingga diperlukan akselerasi dan dukungan regulasi agar target pengembangan energi baru terbarukan bisa tercapai. (*)